Todung Mulya Lubis sempat menjenguk Adnan Buyung Nasution saat masa kritisnya di Rumah Sakit Pondok Indah pada 20 September 2015. Di situlah Buyung menuliskan pesan tertulis.
Saat itu, Todung datang bersama keluarganya dan beberapa rekan pengacara datang pada siangnya. Mereka bertahan di sekitar tempat tidur Buyung hingga malam hari. Buyung, sebut Todung, menangis begitu melihat Todung dan rekan-rekannya.
"Dia tidak bisa berbicara saat itu, jadi dia cuma bisa menangis, apalagi saat kita pegang tangan dia," ujar Todung di rumah duka, bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Rabu (23/9/2015) siang.
Tiba-tiba, Adnan Buyung memberikan isyarat dengan tangannya, meminta secarik kertas untuk menulis pesan. Dengan tertatih-tatih dan gerak patah-patah, Buyung berhasil menulis kalimat menggunakan spidol merah.
"Jagalah LBH/YLBHI, teruskan pemikiran dan perjuangan untuk masyarakat miskin dan tertindas," demikian tulis Buyung.
Tulisan itu tidak terbaca jelas.
"Dia menulis sambil menangis. Lalu, saya jawab, 'iya Bang, iya,'" ujar Todung.
Tak disangka, pesan itu adalah pesan terakhir Buyung kepada Todung dan rekan-rekannya. Senior, rekan kerja, sahabat, itu pun pergi untuk selama-lamanya, Jumat sekitar pukul 10.00 WIB.
Meski begitu, pesan Buyung itu pun memiliki makna mendalam bagi Todung, yakni bukan hanya untuk dirinya, melainkan untuk penegak hukum di Indonesia.
"Pesan bagi semuanya adalah, dia saja dalam sakitnya masih memikirkan negerinya, bangsanya. Dia seperti tidak bisa menerima sakitnya, 'kenapa saya tak bisa berbuat sesuatu lagi'. Itu pesannya. Tapi, ya namanya umur ya urusan Allah, kita doakan yang terbaik," ujar Todung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar