BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Poligami merupakan suatu tindakan
yang saat ini masih menjadi pro kontra di masyarakat. Hal ini
dikarenakana perbedaan pendapat / pandangan masyarakat. Masih
banyak yang menganggap poligami adalah suatu perbuatan negatif.
Hal ini terjadi karena poligami
dianggap menyakiti kaum wanita dan hanya menguntungkan bagi kaum pria
saja. Di Indonesia sendiri,
masih belum ada Undang-Undang yang menjelaskan secara rinci boleh tidaknya
poligami dilakukan.
Tujuan hidup keluarga adalah untuk
mendapatkan kebahagiaan lahir dan batin. Namun dengan adanya Polligami yang
dilakukan sang suami, kebahagiaan dalam keluarga dapat menjadi hilang. Hal ini
tentunya merugikan bagi kaum istri dan anak-anaknya karena mereka beranggapan
tidak akan mendapatkan perlakuan yang adil dari sang suami.
Pandangan masyarakat terhadap
poligami beragam, ada yang setuju namun juga ada yang tidak setuju atau
menentang terlebih lagi bagi kaum hawa yang merasa dirugikan, karena harus
berbagi dengan yang lain. Hal ini dipengaruhi dengan perekonomian keluarga yang
tidak memungkinkan poligami.
Berdasarkan uraian itulah saya
memilih judul “ Poligami Menurut Pandangan Islam
“ untuk mengetahui lebih jauh lagi tentang permasalahan poligami yang masih
menjadi pro kontra masyarakat.
1.2 Pembatasan Masalah
Menjaga terbatasnya waktu dalam plenulisan karya
ilmiah ini, saya hanya membatasi pembahasan- pembahasan poligami menurut
Pandangan Agama Islam.
1.3 Tujuan Pembatasan Masalah
Untuk mengetahui pandangan islam tentang poligami yang
masih menjadi pro konra di masyarakat.
1.4 Metode Penulisan
Saya menggunakan metode penelitian dan khususnya
kepustakaan serta dalam membuat karya tulis ilmiah ini saya mecari data atau
referensi dari membaca beberapa buku dari beberapa sumber dan internet mengenai
poligami. Dan mungkin yang terbanyak menjadi referensi saya yaitu dari
internet.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Pembatasan Masalah
1.3 Tujuan Pembahasan Masalah
1.4 Metode Penulisan
1.5 Sistematika Penulisan
BAB II PENGERTIAN POLIGAMI
2.1 Pengertian Poligami
2.1.1
Pengertian Poligami Menurut Pandangan Islam
2.1.2
Pengertian Poligami Menurut Para Ulama
2.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi
seseorang Berpoligami
2.2.1 Faktor
Biologis
2.2.2 Faktor
Internal Rumah Tangga
2.2.3 Faktor
Sosial
2.3 Dampak Poligami
2.3.1 Dampak
Negatif Poligami terhadap Kehidupan Keluarga
2.3.2 Dampak
Negatif Poligami terhadap Istri
2.3.3 Dampak
Negatif Poligami terhadap Anak
2.4 Pandangan Saya sebagai mahasiswa AKPRIND
terhadap Poligami
BAB III SYARAT POLIGAMI
3.1 Syarat Diperbolehkannya Poligami
3.2 Hikmah Diperbolehkannya Poligami
BAB IV PENUTUP
BAB II
ISI
2.1 Pengertian Poligami
Dalam antropologi sosial, poligami
merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai
dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan
dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada
suatu saat).
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligami (seorang
pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki
beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligami
dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum
poligami merupakan bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam
beberapa kebudayaan, poligami ditentang oleh sebagian kalangan. Terutama kaum
feminis menentang poligini, karena mereka menganggap poligini sebagai bentuk
penindasan kepada kaum wanita.Islam pada dasarnya memperbolehkan seorang pria
beristri lebih dari satu (poligini). Islam memperbolehkan seorang pria beristri
hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat adil
terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 3
4:3).
Poligini dalam Islam baik dalam
hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap-tiap negara
dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat hukum
yang memperketat aturan poligini untuk pegawai negeri, dan sedang dalam wacana
untuk diberlakukan kepada publik secara umum. Tunisia adalah contoh negara arab
dimana poligini tidak diperbolehkan. Menurut Gustave Le Bon, di Eropa tidak ada
praktik atau tradisi timur yang dikritik dengan begitu sengitnya selain
poligami.
2.1.1 Poligami Menurut Pandangan Islam
Poligami merupakan salah satu isu
yang disorot tajam kalangan feminis, tak terkecuali feminis islam. Poligami
adalah isyarat islam yang merupakan sunah Rasulullah SAW tentunya dengan syarat
sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para isteri.Sebagai mana pada
ayat yang artiya :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku
adil terhadap(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),maka
kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senang, dua, tiga atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak dapat berlaku adil,maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yangkamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat daripada
tidak berbuat aniaya.” (QS.An-Nisa ayat ke-3)
` “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku
adil diantara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu terlalau cenderung (kepada yang kamu cintai),
sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS.An-Nisa ayat 129)
Selain itu, tidak adanya ayat Al-Quran dan sunah
Rasulullah yang menggambarkan diperbolehkan atau dilarangnya poligami. Sesungguhnya
poligami yang diatur dalam islam tidak memperbolehkan bagi laki-laki untuk
berhubungan dengan wanita yang ia sukai diluar pernikahan. Poligami merupakan
sistem yang manusiawi, karena dapat meringankan beban masyarakat yaitu dengan
melindungi wanita yang tidak bersuami dan menempatkannya ke shaf para isteri
yang terpelihara dan terjaga.
2.1.2 Pengertian Poligami Menurut
Para Ulama
Banyak ulama yang angkat bicara soal
poligami, dari pernyataan dan komentar-komentar yang disampaikannya, diharapkan
dapat menjadi bahan renungan dan masukan bagi saya, sekaligus menambah wawasan
saya tentang fenomena poligami dan realita yang terjadi di masyarakat. Menurut
Prof. Dr. Musdah Mulia, MA, dosen pasca sarjana UIN Syarif Hidayatullah,
“Poligami itu haram lighairih, yaitu
haram karena adanya dampak buruk dan ekses-eskes yang ditimbulkannya.”
Ia juga mengaku memiliki data yang
menunjukkan bahwa praktik poligami di masyarakat telah menimbulkan masalah yang
sangat krusial dan problem sosial yang sangat besar. Begitu juga dengan
tingginya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), keretakan rumahtangga dan
penelantaran anak-anak.
Prof. Dr. Quraish Shihab menyatakan, “Poligami itu
mirip dengan pintu darurat dalam pesawat terbang, yang hanya boleh dibuka dalam
keadaan emergency tertentu.”
Hal senada disampaikan pula oleh
Ketua PBNU, KH. Hasyim Muzadi, “Poligami tak ubahnya sebuah pintu darurat
(emergency exit) yang memang disediakan bagi yang membutuhkannya.” Dalam
kesempatan yang lain, beliau juga mengatakan, “Poligami atau monogamy adalah
sebuah pilihan yang diberikan islam untuk manusia, keduanya tak perlu
dikontradiksikan.” Dr. KH. Miftah Faridh (Direktur PUSDAI Jabar), juga memiliki
pandangan yang sama, “Poligami dalam pandangan islam merupakan salah satu
solusi yang dapat dilakukan umtuk memecahkan berbagai masalah sosial yang
dihadapi manusia. Poligami tidak perlu dipertentangkan , apalagi sampai
menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyah, adapun jika ada yang belum siap
melakukannya, itu lain persoalan.”Pendapat yang sama, juga disampaikan oleh
Prof. Huzaemah Tahido Yanggo. Ahli fikih lulusan Universitas
Al-Azhar Mesir ini menyatakan, bahwa
poligami sesuai dengan syariat islam. Menurutnya, hak poligami bagi suami telah
dikompensasi dengan hak istri untuk menuntut pembatalan akad nikah dengan jalan
khulu’, yaitu ketika sang suami berbuat semena-mena terhadap istrinya. Yang
jelas istri memperbolehkan suami dengan syarat adil. Syarat ini merupakan suatu
penghormatan kepada wanita, bila tidak dipenuhi akan mengakibatkan dosa. Kalau
suami tidak berlaku adil kepada istri-istrinya, berarti dia tidak mu’asyarah
bil ma’ruf (bergaul dengan baik) kepada mereka. Direktur utama Pusat Konsultasi
Syariah, Dr. Surahman Hidayat, mengatakan , “Nikah itu baik poligami atau
monogamy, tidak untuk menzalimi siapa pun. Justru untuk tegaknya kebahagiaan,
yang pada gilirannya terwujud rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rahman.” Pimpinan
pesantren Darut Tauhid, KH. Abdullah Gymnastiar atau akrab dipanggil Aa Gym,
menyatakan sebelum ia berpoligami, “Poligami merupakan syariat Islam yang
sangat darurat. Wacana soal poligami itu perlu diketahui dan dipahami. Oleh
karena itu, wacana poligami tidak perlu dipertentangkan oleh umat islam. Di
berbagai tempat ceramah, saya sering menyebarkan wacana tentang poligami,
karena hal itu adalah ajaran islam. Kalau saya sendiri, sampai sekarang masih
belum siap berpoligami. Untuk saat ini saya sudah merasa bahagia hidup bersama
satu orang istri dan tujuh orang anak titipan Allah Ta’ala.”
Dan setelah dirinya resmi menikahi isrti keduanya,
banyak pernyataan yang beliau sampaikan. Di antaranya beliau mengatakan, “Saya
prihatin dengan adanya pandangan kurang baik terhadap poligami. Seakan para
pelaku poligami adalah seorang penjahat yang telah melakukan kejahatan yang
sangat besar”. Namun beliau juga tidak menganjurjan jamaahnya untuk
berpoligami, “Kalau tidak ada ilmunya, lebih baik jangan”, ujarnya.
Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengatakan, “Pada hakikatnya apa
yang dilakukan oleh barat pada hari ini dengan segala bentuk perzinaan yang
mereka lakukan, tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga, meski tidak
dalam bentuk formal. Atau dengan kata lain, poligami liar.”
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Poligami
Menurut Abu Azzam Abdillah, banyak
faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk melakukan poligami. Selama
dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan syariat, tentu tidak ada cela
dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini beberapa faktor utama yang menjadi
pertimbangan kaum pria dalam melakukan poligami.
2.2.1 Faktor- Faktor Biologis
- a. Istri yang Sakit
Adanya
seorang istri yang menderita suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya
untuk melayani hasrat seksual suaminya. Bagi suami yang shaleh akan memilih
poligami dari pada energi ke tempat–tempat mesum dengan sejumlah wanita pelacur
- b. Hasrat Seksual yang Tinggi
Sebagian kaum pria memiliki gairah
dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa
tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.
- c. Rutinitas Alami Setiap Wanita
Adanya masa-masa haid, kehamilan dan
melahirkan, menjadi alasan utama seorang wanita tidak dapat menjalankan salah
satu kewajiban terhadap suaminya. Jika suami dapat bersabar menghadapi kondisi
seperti itu, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi jika suami termasuk orang
yang hasrat seksualnya tinggi, beberapa hari saja istrinya mengalami haid,
dikhawatirkan sang suami tidak bisa menjaga diri, maka poligami bisa menjadi
pilihannya.
- d. Masa Subur Kaum Pria Lebih Lama
Kaum pria memiliki masa subur yang
lebih lama dibandingkan wanita. Dokter Boyke, seorang seksolog, mengakui banyak
menangani kasus perselingkuhan pria usia 40-50 tahun, karena pada usia tersebut
pria mendapat puber kedua, sementara para istri umumnya malah menjadi frigid.
2.2.2 Faktor Internal Rumah Tangga
Menurut buku ‘Hitam Putih Poligami’,
terdapat beberapa faktor internal rumahtangga yang mendorong suami untuk
berpoligami.
- a. Kemandulan
Banyak kasus perceraian yang
dilatarbelakangi oleh masalah kemandulan , baik kemandulan yang terjadi pada
suami maupun yang dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang
untuk mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan
dilakukannya.
Dalam kondisi seperti itu, seorang
istri yang bijak dan shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha bila sang
suami menikahi wanita lain yang dapat memberikan keturunan. Di sisi lain, sang
suami tetep memposisikan istri pertamanya sebagai orang yang mempunyai tempat
di hatinya, tetap dicintainya, dan hidup bahagia bersamanya.
- b. Istri yang Lemah
Ketika sang suami mendapati istrinya
dalam keadaan serba terbatas , tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas
rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya,
lemah wawasan ilmu dan agamanya,serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya.maka
pada saat itu,kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih
baik,bisa saja terjadi.dan sang istri hendaknya berlapang dada bahkan
berbahagia,karena akan ada wanita lainyang membantunya memecahkan persoalan
rumah tangganya,tanpa akan kehilangan cinta dan kasih saying suaminya.
- c. Kepribadian yang Buruk
Istri yang tidak pandai bersyukur,
banyak menuntut, boros, suka berkata kasar, gampang marah, tidak mau menerima
nasihat suami dan selau ingin menang sendiri, biasanya tidak disukai sang
suami. Oleh karenanya, tidak jarang suami yang mulai berpikir untuk menikahi
wanita lain yang dianggap lebih baik dan lebih shalihah, apalagi jika watak dan
karakter buruk sang istri tidak bisa diperbaiki lagi.
2.2.3 Faktor Sosial
- a. Banyaknya Jumlah Wanita
Di Indonesia, pada PEMILU tahun
1999, jumlah pemilih pria hanya 48%, sedangkan pemilih wanita sebanyak 52%.
Berarti dari jumlah 110 Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah 57,2
juta orang dan Jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu
merupakan usia siap nikah.
- b. Kesiapan Menikah dan Harapan Hidup pada Wanita
Jika saya
mencoba melakukan survei pada masalah kesiapan menikah, pasti para wanita akan
lebih banyak jumlahnya daripada jumlahnya daripada kaum pria. Bahkan di
daerah-daerah tertentu, wanita usia 14-16 tahun sudah banyak yang bersuami, dan
wanita yang usianya 20 tahun merasa sudah terlambat menikah. Sebagian pendapat
juga mengatakan bahwa harapan hidup kaum wanita, lebih panjang daripada harapan
hidup kaum pria, perbedaannya berkisar 5-6 tahun. Sehingga tidak heran jika
lebih banyak suami yang lebih dahulu meninggal dunia, sedangkan sang istri
harus hidup menjanda dalam waktu yang sangat lama, tanpa ada yang mengayomi,
melindungi, dan tiada yang memberi nafkah secara layak.
- c. Berkurangnya Jumlah Kaum Pria
Dampak paling
nyata yang ditimbulkan akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria adalah
semakin bertambahnya jumlah peremuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus
hidup menjanda.lalu siapakah yang akan bertanggung jawab mengayomi,memberi
perlindungan dan memenuhi nafkah lahir dan batinnya,jika mereka terus
menjanda?solusinya tida lain,kecuali menikah lagi dengan seorang jejaka,atau
duda,atau memasuki kehidupan poligami dengan pria yang telah beristri.itulah
solusi yang lebih mulia,halal dan baradab.
- d. Lingkungan dan Tradisi
Lingkungan tempat saya hidup dan
beraktivitas sangat besar pengaruhnya dalam mempentuk karakter dan sikap hidup
seseorang. Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami, jika
ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami.
Sebaliknya ia akan bersikap antipati, sungkan dan
berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan dan tradisi yang ada
di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu dan buruk, sehingga
mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.
- e. Kemapanan Ekonomi
Inilah salah satu motivator poligami
yang paling sering saya dapati pada kehidupan modern sekarang ini. Kesuksesan
dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan sikap
percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari satu.
2.3 Dampak Negatif Poligami
2.3.1 Terhadap Kehidupan Rumah
Tangga
Dampak poligami terhadap kehidupan rumah tangga antara
lain :
- Ketidakharmonisan hubungan anggota keluarga.
- Sering timbul permasalahan atau percek-cokan.
- Tidak adanya rasa saling pecaya.
- Tidak adanya kepedulian yang besar dari suami terhadap anak dan isteri.
- Kemungkinan dapat menyebabkan perceraian.
2.3.2 Dampak yang Umum Terjadi
Terhadap Istri
Menurut buku ‘Agar Suami Tak Berpoligami’,
dampak-dampak umum yang dapat terjadi bagi para istri yang suaminya berpoligami
adalah,
Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan
menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari
ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
Dampak ekonomi rumah tangga: Ketergantungan secara
ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil
terhadap istri-istrinya, tetapi dalam prakteknya lebih sering ditemukan bahwa
suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya
terdahulu.. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan
menutupi kebutuhan sehari-hari. Kekerasan terhadap perempuan, baik
kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada
rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga
yang monogami.
Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan
(perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan
Agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan
tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena
konsekwensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan
sebagainya.
Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan
menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS),
bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
2.3.3 Dampak Negatif Poligami
Terhadap Anak
Poligami tidak hanya berdampak negative terhadap
kehidupan rumah tangga dan isteri,namun poligami juga berdampak negative
terhadap anak,antara lain:
- Sang anak merasa tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
- Anak menjadi frustasi melihat keadaan orang tuanya.
- Anak mendapat tekanan mental.
- Adanya rasa benci kepada sang ayah.
- Dicemooh oleh teman-temannya.
- Anak tidak betah di rumah.
- Tidak menutup kemungkinan anak menjadi melakukan perbuatan yang tidak baik.
- Anak mengikuti pergaulan yang negative.
- Anak tidak semangat belajar.
10. Anak menjadi beranggapan negative
terhadap orang tua.
2.4 Pandangan Saya sebagai Mahasiswa
IST AKPRIND Terhadap Poligami
Menurut saya sendiri sebagai mahasiswa lajang tentang
poligami. Boleh tidaknya poligami itu tergantung dari masing-masing orang yang
mau menjalaninya, mungkin dengan segala pertimbangan yang seksama. Apa akibat
yang akan timbul seelah dia melakukan poligami.
Tapi saya sempat menanyakan pendapat dari
teman-teman “bagaimana tentang poligami menurut kalian?”. Dan jawaban
mereka beragam :
- Menindas kaum wanita dan secara tidak langsung menginjak-injak harga diri wanita.
- Tidak adil untuk perempuan
- Menyakiti kaum wanita
- Dapat merusak kebahagian keluarga
- Sanksi di akhirat sangat besar apabila tidak bisa berlaku adil
- Berdampak negatif terhadap anak
Saya bisa mengetahui bahwa sebagian besar dari
teman-teman saya tidak setuju akan poligami. Banyak dari mereka masih
beranggapan bahwa poligami adalah suatu tindakan yang tidak baik. Baik
temen laki-laki maupun perempuan menganggap bahwa poligami hanya akan
menimbulkan konflik-konflik atau masalah-masalah yang dapat merusak
keharmonisan suatu keluarga. Hanya sedikit dari mereka yang mengaku setuju pada
poligami. Meskipun sedikit, ini membuktikan bahwa masih ada orang yang
memandang poligami dari sisi positif, dan memaklumi poligami asalkan alasannya
jelas.
Sebagian besar dari dari teman-teman saya beranggapan
tidak perlu ada Undang-Undang yang mengatur Poligami. Karena mereka beranggapan
bahwa poligami adalah hak setiap orang dan tidak ada hadist atau pun ayat
AL-QURAN yang secara terang-terangan melarang poligami. Namun, ada juga yang
berpendapat bahwa Undang-Undang yang mengatur poligami sangat diperlukan,
karena dapat memperjelas hukum tentang poligami di Indonesia.
Di sekitar tempat tinggal mereka jarang terdapat orang
yang berpoligami. Kalau pun ada, hanya beberapa orang saja yang mempunyai
tetangga atau keluarga yang berpoligami. Saya hanya menemukan 2 kasus yang
mengatakan bahwa ayahnya sendiri yang melakukan poligami. Ada yang mengaku bahwa
ayahnya sendiri melakukan poligami berencana akan mengikuti jejak ayahnya.
Sedangkan ada juga yang mengaku ayahnya berpoligami, mengaku membenci ayahnya
dan merasa kasihan terhadap ibunya. Dari dua kasus tersebut, saya dapat
mengetahui bahwa poligami membawa dampak negatif bagi anak. Anak akan
membenci orangtuanya dan akan mengikuti jejak sang ayah. Ada juga yang
mempunyai tetangga yang berpoligami, menurutnya orang yang berpoligami memang
kurang harmonis dan suami jarang pulang. Meski begitu suami masih bertanggung
jawab dan menafkahi keluarga tersebut.
Dari keterangan di atas, sebagian besar teman-teman
saya memang menentang atau tidak setuju terhadap poligami, terutama perempuan.
Namun masih ada yang setuju akan poligami karena beranggapan poligami adalah
salah satu cara dalam menghindari perzinaan dan mengangkat derajat
wanita-wanita yang tidak memiliki suami.
Teman-teman saya juga menyebutkan beberapa hal yang
menjadi penyebab seseorang berpoligami, yaitu:
Belum Memiliki Keturunan
Salah satu tujuan berumah tangga adalah memiliki
keturunan. Kemungkinan sepasang suami-istri yang belum memiliki keturunan,
walaupun sudah lama menikah pasti akan diliputi rasa risau dan keinginan untuk
memiliki anak pun semakin besar. Untuk itu, suami yang setia lebih memilih
berpoligami untuk mendapatkan keturunan daripada harus menceraikan istrinya.
Bosan Pada Istri
Rasa bosan sering kal muncul dalam kehidupan rumah
tangga. Jika istri tidak pandai menjaga penampilannya, suami akan cenderung
jenuh dan memilih untuk menikah lagi.
Hawa Nafsu
Sebagian besar menganggap bahwa hawa nafsu adalah
faktor utama seseorang berpoligami. Karena sebagaimana saya ketahui bahwa
perbandingan hawa nafsu pria dan wanita adalah 9 : 1. Oleh karena itu, pria
shaleh yang tidak bisa menahan hawa nafsunya akan memilih poligami daripada
melakukan zina.
Mencari Pasangan Muda
Jika suami merasa dirinya masih gagah, berpenampilan
menarik dan mapan dalam ekonomi akan merasa dirinya masih pantas untuk memiliki
lagi pasangan yang lebih muda dibandingkan dengan istri pertamanya.
Istri Kurang Memuaskan
Pelayanan yang baik dari istri terhadap suami
sangatlah penting untuk menjaga keharmonisan dalam rumahtangga. Tidak hanya
pelayanan biologis, tetapi juga pelayanan dalam hal-hal lain, seperti memasak,
membersihkan rumah dan menjaga anak-anak.
Dari data-data tersebut, sudah jelas bahwa sebagian
besar dari teman-teman saya yang saya mintai pendapat tidak menyetujui adanya
poligami dengan berbagai macam alasan.
BAB III
SYARAT POLIGAMI
3.1 Syarat Diperbolehkannya Poligami
Syarat yang dituntut Islam dari seotrang muslim yang
akan melakukan poligami adalah keyakinan dirinya bahwa ia bisa berlaku adil di
antara dua istri atau istri-istrinya dalam hal makanan, minuman, tempat
tinggal, pakaian , dan nafkah. Barang siapa kurang yakin akan kemampuannya
memenuhi hak-hak tersebut dengan seadil-adilny, haramlah baginya menikah dengan
lebih dari satu perempuan. Allah SWT berfirman :
“ Lalu jika kalian khawatir tidak bisa adil,
cukuplah satu saja.” (An- Nisa : 3)
Beliau SWT juga bersabda,
“ Barang siapa mempunyai dua istri,
sementara ia lebih condong kepada salah satu diantara keduanya, maka pada hari
kiamat nanti akan datang dengan menyeret salah satu belahan tubuhnya yang
terjatuh atau miring.”
Miring yang diperingatkan dalam hadist ini adalah
ketidakadilan dalam hak-haknya, bukan sekedar kecenderungan hati, karena yang
disebut terakhir ini termasuk hal yang susah dipenuhi, bahkan dimaklumi
dan dimaafkan Allah Swt.
Menurut beberapa ulama, setelah meninjau ayat-ayat
tentang poligami, mereka telah menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam
sebenamya ialah monogami. Terdapat ayat yang mengandungi ugutan serta
peringatan agar tidak disalah gunakan poligami itu di tempat-tempat yang tidak
wajar. Ini semua bertujuan supaya tidak terjadinya kezaliman. Tetapi, poligami
diperbolehkan dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa terdesak untuk
mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan lain. Atau dengan kata
lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam dan tidak dilarang kecuali
jikalau dikhuatirkan bahwa kebaikannya akan dikalahkan oleh keburukannya.
Jadi, sebagaimana talaq, begitu jugalah halnya dengan
poligami yang diperbolehkan kerana hendak mencari jalan keluar dari kesulitan.
Islam memperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta
realiti keadaan masyarakat. Ini bererti ia tidak boleh dilakukan dengan
sewenang-wenangnya demi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Islam, demi
untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum Muslimin.
Oleh yang demikian, apabila seorang lelaki akan
berpoligami, hendaklah dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;
- 1. Membatasi jumlah isteri yang akan dikahwininya.
Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan
firman-Nya;
“Maka berkahwinlah dengan sesiapa
yang kamu ber-kenan dari perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat.” (Al-Qur’an,
Surah an-Nisak ayat 3)
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahwa Allah
telah menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang
isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau
empat saja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki
yang suka dengan perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan
pembatasan empat orang isteri, diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak
menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin,
kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak wanita yang
tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin terjadi banyak
lelaki tidak memperolehi isteri.
- 2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya.
Misalnya, berkahwin dengan kakak dan adik, ibu dan
anaknya, anak saudara dengan emak saudara baik sebelah ayah maupun ibu.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga
silaturrahim antara anggota-anggota keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda,
maksudnya;
“Sesungguhnya kalau kamu berbuat
yang demikian itu, akibatnya kamu akan memutuskan silaturrahim di antara sesama
kamu.” (Hadis riwayat Bukhari & Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga
memperkuatkan larangan ini, maksudnya;
Bahwa Urnmu Habibah (isteri
Rasulullah) mengusulkan agar baginda menikahi adiknya. Maka beliau menjawab;
“Sesungguhnya dia tidak halal untukku.” (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa’i)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah
memeluk agama Islam, beliau memberitahu kepada Rasulullah bahwa beliau
mempunyai isteri yang kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah
seorang di antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah
disepakati tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.
3. Disyaratkan pula berlaku adil,
sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
“Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat
berlaku adil (di antara isteri-isteri kamu), maka (kahwinlah dengan) seorang
saja, atau (pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan kezaliman.”
(Al-Qur’an, Surah an-Nisa ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para
suami bersikap adil jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku
adil kalau sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang saja. Tetapi kalau
itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua saja. Dan kalau dua itu pun
masih khuatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah dengan seorang
saja.
Para mufassirin berpendapat bahwa berlaku adil itu
wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri saja,
tetapi mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh karena itu seorang
suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
- Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami
kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara
beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah
menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
- Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing
dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian,
tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib,
berdasarkan firman Allah dalam Surah an-Nisak ayat 3 dan juga sunnah Rasul.
Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
“Barangsiapa yang mempunyai dua
isteri, lalu dia cenderung kepada salah seorang di antaranya dan tidak berlaku
adil antara mereka berdua, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan
keadaan pinggangnya miring hampir jatuh sebelah.” (Hadis
riwayat Ahmad bin Hanbal)
- Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si
suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahwa
si isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu
rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal
nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri
dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya, si
isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis
dan janda, isteri lama atau isteri baru, isteri yang masih muda atau yang sudah
tua, yang cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau yang
buta huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang mandul atau yang
dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai isteri.
- Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahwa
suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk
tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Ini
dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri, jangan sampai
timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
- Adil dalam giliran,
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya
menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri
yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri
satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain.
Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami
wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan perkahwinan dalam Islam bukanlah
semata-mata untuk mengadakan ‘hubungan seks’ dengan isteri pada malam giliran
itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan
antara suami isteri itu sendiri. Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;
“Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan
kekuasaan-Nya, dan rahmat-Nya, bahwa la menciptakan untuk kamu (wahai kaum
lelaki), isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan
hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri) perasaan
kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu mengandungi
keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi orang-orang yang
berfikir.” (Al-Qur’an, Surah ar-Ruum ayat 21)
Andaikan suami tidak bersikap adil kepada
isteri-isterinya, dia berdosa dan akan menerima seksaan dari Allah (SWT) pada
hari kiamat dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan pinggangnya miring. Hal
ini akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak
cucunya.
Firman Allah (SWT) dalam Surah az-Zalzalah ayat 7
hingga 8;
`
“Maka sesiapa berbuat kebajikan
seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya)! Dan sesiapa
berbuat kejahatan seberat zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat
amalnya).”
- 4. Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang
berpoligami tidak membeza-bezakan antara anak si anu dengan anak si anu.
Berlaku adil dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahwa nafkah
anak yang masih kecil berbeza dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan
berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana, kesemuanya
mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang seksama dari bapa
mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan kerana kecenderungan si bapa pada
salah seorang isteri serta anak-anaknya saja.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan
demikian si suami terpelihara dari sikap curang yang dapat merosakkan
rumahtangganya. Seterusnya, diharapkan pula dapat memelihara dari terjadinya
cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa dendam di antara
sesama isteri.
Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syarak dalam
hal menegakkan keadilan antara para isteri, nyatalah bahwa sukar sekali
didapati orang yang sanggup menegakkan keadilan itu dengan sewajarnya.
Bersikap adil dalam hal-hal menzahirkan cinta dan
kasih sayang terhadapisteri-isteri, adalah satu tanggungjawab yang sangat
berat. Walau bagaimanapun, ia termasuk perkara yang berada dalam kemampuan
manusia. Lain halnya dengan berlaku adil dalam soal kasih sayang, kecenderungan
hati dan perkara-perkara yang manusia tidak berkesanggupan melakukannya,
mengikut tabiat semulajadi manusia.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah
dalam Surah an-Nisak ayat 129 yang berbunyi;
`
“Dan kamu tidak sekali-kali akan
sanggup berlaku adil di antara isteri-isteri kamu sekalipun kamu
bersungguh-sungguh (hendak melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung
dengan melampau-lampau (berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga
kamu biarkan isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang).”
Selanjutnya Siti ‘Aisyah (r.a.) menerangkan,
maksudnya;
Bahwa Rasulullah (s.a.w.) selalu
berlaku adil dalam mengadakan pembahagian antara isteri-isterinya. Dan beliau berkata
dalam doanya: “Ya Allah, inilah kemampuanku membahagi apa yang ada dalam
milikku. Ya Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang menjadi
milikku dan apa yang bukan milikku”
Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; “Keadilan
yang dijadikan syarat diperbolehkan poligami berdasarkan ayat 3 Surah an-Nisak.
Kemudian pada ayat 129 Surah an-Nisa pula menyatakan bahwa keadilan itu tidak
mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan. Sebenamya yang dimaksudkan oleh kedua
ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu bukanlah keadilan yang
menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan yang sangat terhadap
poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja yang dikehendaki ialah jangan
sampai kamu cenderung sepenuh-penuhnya kepada salah seorang saja di antara para
isteri kamu itu, lalu kamu tinggalkan yang lain seperti tergantung-gantung.”
Kemudian Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy pula
menerangkan; “Orang yang boleh beristeri dua ialah yang percaya benar akan
dirinya dapat berlaku adil, yang sedikit pun tidak akan ada keraguannya. Jika
dia ragu, cukuplah seorang saja.”
“Adil yang dimaksudkan di sini ialah ‘kecondongan
hati’. Dan ini tentu amat sulit untuk dilakukan, sehingga poligami adalah suatu
hal yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami itu diperbolehkan secara
darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berlaku adil.”
Selanjutnya beliau menegaskan, jangan sampai si suami
membiarkan salah seorang isterinya terkatung-katung, digantung tak bertali.
Hendaklah disingkirkan sikap condong kepada salah seorang isteri yang
menyebabkan seorang lagi kecewa. Adapun condong yang dimaafkan hanyalah condong
yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya, iaitu condong hati
kepada salah seorangnya yang tidak membawa kepada mengurangkan hak yang seorang
lagi.
Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil
Islami mengatakan; “Makna adil di dalam ayat tersebut ialah persamaan; yang
dikehendaki ialah persamaan dalam hal pergaulan yang bersifat lahir seperti
memberi nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan layanan yang baik, juga dalam
hal menunaikan tanggungjawab sebagai suami isteri.”
- 5. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak.
Jadi, suami mesti yakin bahwa perkahwinannya yang baru
ini tidak akan menjejaskan serta merosakkan kehidupan isteri serta
anak-anaknya. Kerana, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga
kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik,
maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
- 6. Berkuasa menanggung nafkah.
Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah
zahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang bermaksud;
“Wahai sekalian pemuda, sesiapa di
antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, maka hendaklah kamu berkahwin.
Dan sesiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa.”
Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah (s.a.w.)
menyuruh setiap kaum lelaki supaya berkahwin tetapi dengan syarat sanggup
mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka
tidak digalakkan berkahwin walaupun dia seorang yang sihat zahir serta
batinnya. Oleh itu, untuk menahan nafsu seksnya, dianjurkan agar berpuasa.
Jadi, kalau seorang isteri saja sudah kepayahan untuk memberi nafkah, sudah
tentulah Islam melarang orang yang demikian itu berpoligami. Memberi nafkah
kepada isteri adalah wajib sebaik saja berlakunya suatu perkahwinan, ketika
suami telah memiliki isteri secara mutlak. Begitu juga si isteri wajib mematuhi
serta memberikan perkhidmatan yang diperlukan dalam pergaulan sehari-hari.
Kesimpulan dari maksud kemampuan secara zahir ialah;
- Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum.
- Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar.
- Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan dan sebagainya.
- Sihat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang boleh menyebabkan ia gagal memenuhi tuntutan nafkah zahir yang lain.
- Mempunyai kemampuan dan keinginan seksual.
3.2 Hikmah Diperbolehkannya
Poligami
Islam adalah kata akhir Allah yang dengannya ia
menutup risalah-risalah sebelumnya. Karena itulah, ia juga membawa syariat yang
universal dan abadi, untuk seluruh penjuru dunia untuk semua zaman dan untuk
semua umat manusia.
Ia tidak membuat syariat untuk orang kota dengan
melalaikan orang desa, tidak untuk masayarakat daerah beriklim dingin dengan
merupakan masyarakat beriklim tropis dan tidak pula suatu abad dengan melupakan
abad dan generasi lain.
Ia telah mengukurkebutuhan individu, kebutuhan
masyarakat, sekaligus kadar kepentingan semua pihak. Ada diantara mereka yang
memiliki semangat besar untuk memiliki keturunan, akan tetapi diberi rezeki
dengan istri yang tidak beranak karena mandul, berpenyakit, atau sebab lainnya.
Ada satu diantara tiga pilihan bagi perempuan yang
jumlahnya berlebih dibanding dengan jumlah laki-laki:
- Menghabiskan seluruh masa hidupnya dengan menelan kenyataan pahit tidak mendapatkan jodoh.
- Melepaskan kendali, menjadi pemuas nafsu bagi laki-laki hidung belang yang diharamkan.
- Atau menikah dengan seorang laki-laki beristri yang mampu memberi nafkah dan berlaku baik.
Tidak diragukan lagi, cara terakhir adalah alternatif
yang adil, dan merupakan solusi terbaik terhadap permasalahan yang akan
dihadapinya. Dan itulah keputusan hukum islam,
“ Apakah hukum Jahiliyah yang mereka
kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi
orang-orang yang yakin “
Itulah poligami, yang tdak diterima orang-orang barat
yang Nasrani itu. Mereka mencibir dan memperolok-olok kaum muslimin dengan
syariat yang membolehkan poligami ini. Namun pada waktu yang bersamaan, mereka
mengizinkan kaum lelakinya berhubungan dengan perempuan-perempuan nakal dan
teman-eman hidup tanpa batas atau pun perhitungan, tidak berdasarkan pada
undang-udang atau pun norma yang patut bagi perempuan dan keturunan yang
dilahirkan, sebagai buah dari “poligami” atheis dan amoral.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
Dari data-data yang saya peroleh, baik dari buku,
internet serta dari teman-teman yang saya mintai pendapat, Saya dapat
menyimpulkan bahwa pada dasarnya poligami diperbolehkan oleh agama apabila
tujuannya baik dan sang suami dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya dan
jumlah istrinya tidak melebihi 4 orang. Namun masyarakat masih beranggapan
negatif kepada orang-orang yang berpoligami. Hal ini terjadi karena masalah
poligami masih tabu di masyarakat.
Saran :
Sebaiknya masyarakat tidak selalu beranggapan negatif
terhadap seseorang yang melakukan poligami karena ia pasti memiliki
alasan-alasan serta faktor-faktor yang jelas untuk melakukan poligami. Selain
itu, sebaiknya para suami jangan melakukan poligami apabila tidak dapat berlaku
adil bagi istri-istrinya karena hukuman bagi suami yang tidak bisa berlaku adil
sangatlah pedih.
Nabi bersabda, “Barang siapa beristri dua dan tidak
berlaku adil pada keduanya maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan
tubuhnya.” (HR Tirmidzi dan Al Hakim)
Daftar Pustaka
Qardhawi, Yusuf.2007.Halal Haram Dalam
Islam.Surakarta:Era Intermedia.
Abdillah, Abu Azzam.2007.Agar Suami Tak
Berpoligami.Bandung: Ikomatuddin Press.
Aydi, Hasan.2007.Poligami Syariah dan Perjuangan Kaum
Perempuan.Bandung: Alfa Beta.
Faqih, Khoyin Abu.2007.Poligami Solusi atau
Masalah.Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat.
Gusmaian,Islah.2007.Mengapa Nabi Muhammad
Berpoligami.Jogjakarta:Putaka Marwa.
Hathaut, Hasan.2007.Panduan Seks Islami.Jakarta:Zahra.
Husaein, Abdulrahman.2006.Hitam Putih
Poligami.Jakarta:Fakultas Ekonomi UI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar